selamat datang di blog saya ini

Welcome Comments Pictures

Kamis, 12 Mei 2011

seni sakral


BAB I
PENDAHULUAN


1.1  Latar belakang
Sejarah singkat Pura Samuantiga, Sejarah pendirian Pura Samuantiga yang bersumber dari data tertulis seperti halnya Prasasti, Prakempa, Purana ataupun Babad saat ini belum banyak diketemukan. Dalam menelusuri kembali sejarah Pura Samuantiga berbagai sumber data penunjangnya sekecil apapun serta walaupun bersifat Fragmentaris masih relevan untuk dikaji.
Dari urain lontar Tatwa Siwa Purana disebutkan bahwa Pura Samuantiga dibangun pada masa pemerintahan Raja Candrasangka. Penulisan lontar Tatwa Siwa Purana dan lontar-lontar lainnya  ini mungkin sebagai upaya penulisan kembali tradisi kepercayaan sejarah lokal dan hal-hal lainnya.
Candrabhayasingha Warmadewa yang disebutkan dalam prasastinya yang sekarang tersimpan di pura Sakenan Manukaya Tampaksiring, berisi tentang pembuatan telaga atau pemandiaan suci yang disebut Tirta di Air Hampul.
Bilamana Prabu Candrasangka seperti disebutkan dalam lontar Tatwa Siwa Purana sama atau nama lain dari raja candrabhayasingha Warmadewa seperti disebutkan dalam prasasti Manukaya ynag berangka tahun 962 masehi yaitu sekitar abad X.
Pembangunan Pura Samuantiga pada abad X kiranya dalam rangka penerapan konsepsi keagamaan pada masa Bali kuna, seperti dikatakan R. Goris dimana setiap kerjaan harus memiliki tiga pura utama yaitu Pura Gunung, Pura Penataran dan Pura Segara atau Laut.
Pura Tirta Empul sebagai Pura Gunungnya, dan Pura Samuantiga sebagai Pura Penataran yaitu Pura yang berada di pusat kerajaan, seperti dilaklumi para ahli memperkirakan pusat pemerintahan pada masa Bali kuna berada di sekitar Desa Badahulu, kecamatan Blahbatuh, kabupaten Gianyar. Karena banyak di ketemukan tinggalan arkeologi ( arca-arca, tempat pertapaan ) bahkan berlangung sampai masa majapahit seperti disebutkan dalam negara Kerta Gama bahwa pusat pemerintahan Bali berada di Bedahulu dekat goa Gajah, Sehingga tidaklah berlebihan bila diasumsikan bahwa Pura Samuantiga pada abad X merupakan Pura Penataran dari kerjaan bali kuna yang belokasi di pusat pemerintahan yang dalam beberapa sumber lokal yang di sebut bata anyar.
Dari uraian lontar Tatwa Siwa purana tersebut akan munculah pertanyaan apakah nama samuantiga itu merupakan nama dari sejak berdirinya ?  Hal ini penting sekali dikaji karena pemberian nama pada suatu hal menurut tradisi masyarakat bali biasanya dihubungkan dengan tujuan tertentu atau untuk memperingati suatu peristiwa yang sangat bermakna dalam suatu proses kehidupan. Untuk menjawabnya perlu di simak sejenak makna kata Samuantiga, secare Etemologi kata Samuantiga terdiri dari perpaduan kata Samuan dan tiga. Samuan berasal dari kata samua berarti pertemuan, penyatuan, sangkep, dan Tiga baerarti 3 atau menunjuk pada bilangan tiga. Dengan demikian Samuantiga berarti pertemuan atau penyatuan dari tiga hal atau musyawarah segitiga. Dapat disimpulkan bahwa samuantiga adalah sebagai pura Penataran pada masa pemerintahan Sri candrabhayasingha Warmadewa Siwa, Buhda dan Baliaga sehingga menghasilkan konsepsi pemujaan terhadap Tri Murti  melalui terbentuknya Desa Pakraman dengan Kahyangan Tiganya. Dengan demikian tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pura Samuantiga adalah kawitan atau cikal bakal terbentuknya Desa Pakraman di Bali.

1.2  Rumusan Masalah
  1. Apa urutan upacara siyat sampian ?
  2. Bagaimana kalau tradisi siyat sampian tersebut tidak dilaksanakan ?
  3. Apa perbedaan siyat sampian dengan siyat pajeng ?

1.3  Tujuan
Adapun tujuan diri penulisan makalah ini antara lain :
1.      Untuk menambah wawasan Mahasiswa atau Mahasiswi mengenai tradisi siat sampian.
2.      Untuk memenuhi tugas matah kuliah Seni Sakral.
3.      Sebagai bahan diskusi.


BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Urutan  Upacara Siyat Sampian
Sebelum siyat sampian dimulai, dari acara Puja Wali yang jatuh pada Purnama kadasa sebagai upacara ngusaba yang sakral. Siyat sampian ini dilaksanakan 4 hari setelah Puja Wali dilaksanakan. Rangkaian upacaranya sebagai berikut:
v  Semua warga desa bedulu nangkil ke Pura Samuantiga jam 07.00 wita,sebelum rangkaian acara dimulai.
v  Pakaian yang dipakai oleh pengayah permas yaitu kebaya putih dan kain hitam dilengkapi dengan selendang putih, ikat rambut berupa kain putih, menggunakan bunga pucuk rajuna (kembang sepatu merah), sedangkan parekan memakai kwaca putih, kain putih, saput putih, destar putih.
v  Sebelum Permas (pengayah istri) dan Parekan (pengayah lanang) melaksanakan ayah-ayahannya, terlebih dahulu mereka melaksanakan sembahyang bersama yang diawali dari Pura Beji, kemudian dilanjutkan ke Pura Ratu Sakti, Sedan Atma, Ratu Panji, Pura Anyar, Ajeng atau  Pura Utama (Luhur).
Pukul 08.00 wita  permas yang banyaknya sekitar 500 orang, dan parekan yang banyaknya sekitar100 orang semua melingkari pura sebanyak tiga kali, setelah selesai dilanjutkan dengan upacara mebajra, setelah selesai dilanjutkan dengan upacara ngober, setelah itu dilanjutkan dengan upacara medandan selendang dan kancut, dimana upacara madandan selendang ini hanya dilakukan oleh permas saja dengan membawa dupa secara beriringan mengelilingi pura sebanyak tiga kali, dan yang terakhir dilanjutkan dengan ngombak, dimana upacara ngombak ini dilakukan oleh permas dan parekan dengan cara berpegangan tangan mengelilingi pura sebanyak tiga kali. Setelah semua rangkaian upacaranya dilaksanakan mulailah upacara siyat sampian tersebut. Sampian yang digunakan adalah sampian Dangsil atau Jerimpen.
1.      Permas yang melaksanakan siyat sampian terlebih dahulu.
2.      Dilanjutkan oleh Parekannya menarikan tarian rejang.
Tradisi siyat sampian hanya ada di Pura Samuantiga dan dilanjutkan dengan upacara tedun Ratu dilakukan oleh  para parekan. Setelah tedun Ratu para permas mempersembahkan segehan Agung dan dilanjutkan dengan upacara mapalengkungan siyat pajeng (tedung), setelah selesai upacara tersebut Ratu Manca budal kemasing-masing pura. Ratu Samuantiga kembali melinggih di Pengaruman dan nyejer 11 hari.

2.2  Akibat Kalau Tradisi Siyat Sampian Tidak Dilaksanakan
Siyat sampian sudah merupakan tradisi yang diakukan pada saat empat hari setelah pujawali. Karena sudah merupakan tradisi tersebut harus dilaksanakan dan juga sudah merupakan bagian dari rangkaian upacara  di pura samuantiga. Kalau tidak dilakukan maka para penyungsung pura atau warga pura merasa upacara yang dilakukan belum lengkap dan masih ada yang kurang karena upacara dan tradisi tersebut bermanfaat juga sebagai penyucian dan pembersihan. Karena penyungsung pura tidak pernah tidak melaksanakan tradisi tersebut dan akan dilakukan atau diwariskan secara turun-temuru. Merekamenganggap bahwa tradisi disana harus dilakukan karena tradisi mereka itu sangat langka dan harus dijaga dan dilestarikan dan melekat di desa bedulu,blahbatuh-gianyar.

2.3  Perbedaan Siyat Sampian Dengan Siyat Pajeng
Siyat Sampian adalah perang yang dilakukan dengan menggunakan sampian dangsil atau jerimpen dan dilakukan dua kali yang pertma dilaksanakan oleh para permas dan yang kedua oleh para parekan.Sedangkan perang pajeng dilakukan setelah perang sampian dan perang pajeng menggunakan pajeng(tedung) dimana perang pajeng dilakukan oleh para parekan.
Upacara pada saat ngombak yang dilakukan oleh permas dan parekan

Upacara pada saat tedun Ratu yang dilakukan oleh parekan

siatsampian01

Upacara Siyat Sampian
BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1.      Sebelum siyat sampian dimulai, dari acara Puja Wali yang jatuh pada Purnama kadasa sebagai upacara ngusaba. Siyat sampian ini dilaksanakan 4 hari setelah Puja Wali dilaksanakan. Setelah semua rangkaian upacaranya dilaksanakan mulailah upacara siyat sampian tersebut. Sampian yang digunakan adalah sampian Dangsil atau Jerimpen.
ü  Permas yang melaksanakan siyat sampian terlebih dahulu.
ü  Dilanjutkan oleh Parekannya menarikan tarian rejang.
Tradisi siyat sampian hanya ada di Pura Samuantiga dan dilanjutkan dengan upacara tedun Ratu dilakukan oleh  para parekan.
2.      Siyat sampian sudah merupakan tradisi yang diakukan pada saat empat hari setelah pujawali. Karena sudah merupakan tradisi tersebut harus dilaksanakan dan juga sudah merupakan bagian dari rangkaian upacara  di pura samuantiga.
3.      Siyat Sampian adalah perang yang dilakukan dengan menggunakan sampian dangsil atau jerimpen dan dilakukan dua kali yang pertma dilaksanakan oleh para permas dan yang kedua oleh para parekan.Sedangkan perang pajeng dilakukan setelah perang sampian dan perang pajeng menggunakan pajeng(tedung) dimana perang pajeng dilakukan oleh para parekan.

3.2  Saran
Dengan tersusunnya paper ini diharapkan kepada masyarakat dan khususnya mahasiswa untuk mempelajari dan menerapkan ajaran-ajaran Acara Agama Hindu. Acara Agama Hindu adalah pelaksanaan pokok-pokok ajaran Agama Hindu. Agama Hindu tidak pernah mengharuskan dan mengekang umatnya. Agama Hindu harus dihayati, dicamkan, direnungkan dan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA



Drs. I Wayan Madra Aryasa, M.A. Seni Sakral, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Hindu Dan Budha Dan Universitas Terbuka, Jakarta, 1992





 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar