selamat datang di blog saya ini

Welcome Comments Pictures

Jumat, 21 Desember 2012

sarana upacara


BAB I
PENDAHULUAN




1.1   Latar Belakang

Canang merupakan sarana yang terpenting, karena canang ini merupkan upakara yang akan dipakai dalam melakukan suatu upacara. Kata canang berasal dari Bahasa Jawa Kuno yang pada mulanya berarti sirih, untuk digunakan kepada tamu yang amat dihormati. Pada zaman dahulu tradisi makan sirih adalah tradisi yang sangat dihormati, maka dari pada itulah sirih itupun menjadi unsur terpenting dalam dalam upacara agama dan kegiatan-kegiatan agama lainnya.

Canang adalah inti dari semua banten yang ada di bali baik tingat nista, madya, dan utama pasti menggunakan canang, karena dalam canang itu terdapat unsur-unsur pokok yang membentuk canang itu menjadi sakral yaitu: porosan, plawa (daun-daunan), Bunga, jejahitan dan tuasan. Unsur-unsur ini merupakan pelambangan dari Sang Hyang Tri Murti. Betapapun mewahnya banten kalau belum dilengkapi dengan canang yang terdiri dari unsur-unsur di atas maka banten tersebut belum bernilai keagamaan. Sehingga canang tidak bisa dilepaskan dari upacara –upacara yadnya.

1.2   Rumusan Masalah
Dari latar belakang tersebut diatas dapat ditarik beberapa rumuasan masalah yatu:
1.      Apa yang dimaksud canang dalam suatu upacara yadnya?
2.      Unsur pokok apa saja yang terdapat dalam canang ?
3.      Apa saja bentuk-bentuk canang ?
4.      Apakah itu yadnya?
5.      Apa makna canang dalam suatu upacara yadnya?

1.3   Tujuan Penulisan
1.      Agar kita bisa mengetahui makna canang dalam suatu upacara yadnya
2.      Untuk bisa mengetahui unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam canang
3.      Untuk mengetahui bentuk-bentuk canang
4.      Untuk mengetahui makna canang dalam suatu upacara yadnya,
5.      Untuk mengetahui Pengertian Yadnya,  serta
6.      Untuk memenuhi tugas akhir semsester mata kuliah acara hindu 2

1.4 Manfaat Tulisan
   Manfaat pembuatan makalah ini yaitu supaya kita megetahui pengertian canang. Mengetahui unsur-unsur dan mengetahui bentuk-bentuk canag. Serta  Untuk mengetahui makna canag dalam suatu upacara yadnya.

1.5 Ruang Lingkup
Ruang lingkup terkait dengan mata kuliah acara hindu. Canang merupakan sarana penting dalam suatu Upacara yadnya. Pemaknaan tentang canang sangat penting diajarkan dan di pelajari oleh masyarakat Bali. Karena banyak pada masa sekarang ini orang yang tidak mengetahui makna yang terkandung dalam canang dan orang-orang hanya menganggap canang itu sebagai penghias suatau banten.















BAB II
PEMBAHASAN


2.1  Pengertian canang dalam uapcara yadnya
Dalam persembahyangan canang inilah merupakan sarana yang penting, karena canang ini merupakan upakara yang akan dipakai sarana persembahan kepada Tuhan atau Bhatara Bhatari lelehur. Kata canang berasal dari Bahasa Jawa Kuno yang pada mulanya berarti sirih, untuk digunakan kepada tamu yang dihormati. Pada zaman dahulu tradisi makan sirih adalah tradisi yang sangat dihormati. Bahkan didalam kekawin Nitisastra disebutkan: ”Masepi tikang waktra tan amucang wang” artinya : sepi rasanya mulut bitu tiada makan sirih. Jadi sirih pada zaman dahulu, ternyata benda yang benar-benar bernilai tinggi. Sekarangpun di beberapa daerah termasuk di daerah bali, sirih itu masih merupakan daun yang digemari oleh oleh masyarakat terutama oleh orang tua.
Tradisi zaman dahulu, sirih itu adalah lambang penghormatan. Setelah Agama Hindu berkembang di Bali, sirih itupun menjadi unsur penting dalam upacara agama dan dalam kegiatan-kegiatan agama lainnya. Mengapa salah satu bentuk banten di bali disebut dengan canang? Karena inti daripada setiap banten canang adalah sirih itu sendiri. Betapapun indahnya canang kalau belum dilengkapi denagn porosan yang bahan pokoknya adalah sirih, belumlah canag itu disebut canang yang bernilai keagamaan.
Adapun perlengkapan daripada canang itu anatara lain sebagai alasnya dipakai Ceper, atau daun pisang yang berbentuk segi empat. Di atasnya berturut-turut di susun perlengkapan yang lain seperti: pelawa (daun-daunan). Porosan yang terdiri dari salah satu atau dua potong sirih, di alamnya diisi kapur dan pinang, lalu dijepit dengan sepotong janur di atasnya diisi dengan tangkih atau kojong dari janur yang bentuknya bundar disebut ulusari dapat pual di tambahkan dengan pandan harum yang diisi dengan wangi-wangian.
Jadi canang adalah visualisasi daripada ajaran agama Hindu dalam bentuk banten yang indah. Atau dengan kata lain Canang itu adalah bahasa Agama Hindu dalam bentuk simbul yang dapat memberi berbagai keterangan tentang arti dan makna hidup.

2.2  Unsur-unsur dalam Canang
Unsur-unsur pokok daripada canang –cangang tersebut adalah sebagai berikut:

a.       Porosan
Porosan terdiri dari: pinang, kapur dan sirih. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan: pinang, kapur dan sirih adalah lambang pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dalam manifestasinya sebagai Sang Hyang Tri Murti. Pinang Lambang pemujaan kepada Dewa Brahma, Sirih lambang pemujaan kepada Dewa Wisnu, kapur lambang pemujaan Dewa Siwa. Karena tiga manifestasi inilah yang amat terkait dengan kehidupan umat manusia, sehari-hari maka daripada itulah Tuhan dipuja dalam tiga mainfestasi oleh umat hindu. Manusia tidak mungkin menjangkau kemahakuasaan Tuhan yang tiada batas itu. Manusia dalam kehidupanya sehari-hari, menuju kepada peningkatan hidup yang semakin layak dan semakin baik, karena membutuhkan tiga hal pokok. Tiga hal pokok tersebut adalah:
Pertama: tercipta dan tumbuhnya segala sesuatu, baik fisik, material maupun mental spiritual. Untuk menunjang tujuan hidupnya mencapai hidup yang semakin layak.
Kedua:   segala sesuatu yang telah tercapai itu, dapat terpelihara dengan baik juga untuk menunjang cita-cita hidup tadi.
Ketiga:  manusaipun menuju cita-citanya mengharapkan dapat mengatasi dan kalau mungkin meniadakan sesuatu yang menghambat/menghalangi hidupnya.
   Ketiga dari proses kehidupan itulah yang menyebabkan manusia memuja Tuhan Yang Maha Esa dalam tiga fungsinya. Umat Hindu memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma yaitu  fungsi Tuhan sebagai pencipta dengan maksud memohon perlindungan dan karunianya. Agar manusia dalam usaha menciptakan dan menumbuhkan segala sesuatunya untuk menuju cita-citanya selalu sukses dan mendapatkan keyakinan diri.
   Menciptakan dan menumbuhkan sesuatu yang patut diciptakan dan ditumbuhkan bukanlah pekerjaan yang mudah. Demikian pula Umat Hindu memuja Tuahan dalam manifestasinya sebagai Dewa Wisnu yang berfungsi sebagai dewa pelindung dan pemelihara. Agar manusia selalu mendapat tun-tunan dan kekuatan iman untuk dapat memelihara segala sesuatu yang patut dipelihara didunia ini.
   Tuhan dipuja sebagai Dewa Siwa, juga dimaksudkan agar manusia dalam usahanya melenyapkan atau menghilangkan segala sesuatu yang menghambat cita-cita sucinya untuk menuju hidup yang bahagia lahir, bathin selalu mendapat kekuatan dan perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa.
   Inilah arti dan makna porosan untuk memohon tuntunan dan kekuatan dari Tuhan Yang Maha Esa dalam manifestasinya sebagai Dewa Tri Murti, agar dapat menciptakan, memelihara, dan meniadakan yang patut diciptakan, dipelihara dan ditiadakan untuk mendapatkan hidup yang layak dan semakin baik.

b.      Plawa ( daun-daunan)
Telah disebutkan dalam Lontar Yadnya Prakerti bahwa Plawa adalah lambang tumbuhnya pikiran yang hening dan suci. Jadi dalam memuja Tuhan sesuai dengan  sesuai dengan manifestasinya sebagai Tri Muri, harus dengan usaha menumbuhkan pikiran yang suci hening. Karena pikiran yang tumbuh dari kesucian dan keheningan itulah yang akan dapat menanggal pengaruh-pengaruh buruk dari nafsu dunaiwi. Pikiran yang suci dan hening inilah yang dapat menarik atau menurunkan karunia Tuhan.
Jenis daun atau plawa yang digunakan sebagai sarana yadnya bukan diperoleh secara sembarangan, tetapi diperoleh secara khusus yang telah ditanam pada suatu tempat yang suci pula, seperti: tanaman bunga yang ada di halaman suatu pura, halaman pemerajan, serta disekitar tempat-tempat tertentu yang dipandang suci atau yang tidak mencemarkan jenis tumbuhan yang nantinya digunakan sebagai sarana upacara yadnya.
Persembahan daun atau plawa yang diutamakan adalah nilai kesuciannya atau ketulusiklasan dalam mempersembahkannya. Atau dengan kata lain kecil dalam persembahan namun besar dalam makna. Persembahan yang demikian disebut dengan ”nistaning uttama atau siddhaning don”
Adapun jenis-jenis plawa atau daun yang digunakan dalam yadnya baik yadnya yang bersifat nitya karma maupun yang bersifat naimitika karma adalah daun beringin, daun bilwa, daun prancak, daun dadap, daun rumput (padang lepas, alang-alang), daun pandan arum, daun pudak, daun pohon puring, daun enau, daun kelapa muda atau janur, daun nanas, daun andong, daun salak, daun pisang. dll
c.       Bunga lambang keikhlasan
 Menuju Tuhan Tak boleh ragu-ragu, harus didasarkan pada keikhlasan yang benar-benar tulus datang dari lubuk hati yang paling dalam dan tersuci. Di samping itu keikhlasan merupakan kebutuahan dari pertumbuhan jiwa yang sehat. Dalam hidup ini kita harus mampu mengikhlaskan diri dari kehidupan duniawi. Apapun yang mengikat diri kita didunia ini harus kita ikhlaskan, sebab cepat ataupun lambat dunia ini pun kita akan tinggalkan. Karena tidak ada yang kekal dalam dunia ini.
Betapapun indahnya masa kanak-kanak, harus kita ikhlaskan menuju masa remaja, demikian pula betapapun indahnya masa remaja harus kiat ikhlaskan menuju masa dewasa dan demikian seterusnya. Kitapun harus iklas melepaskan ketampanan, kecantikan, kekayaan, jabatan, dan akhirnya dunia yang indah inipun harus diiklaskan. Demikian pula dengan orang-orang yang kiat cinta, cepat atau lambat harus diikhlaskan untuk berpisah kalau sudah waktunya. Keikhlasan ini amat penting dalam menjaga keseimbangan jiwa, keikhlasan bukan berarti orang harus menyerah dengan segala keadaan, keikhlasan disini berarti menerima dengan lapang dada segala kenyataan sebagai hasil usaha kiat dalam hidup ini. Manusia harus berusaha tetapi akhirnya Tuhanlah yang menentukan. Keikhlasan ini harus selalu kita tanamkan dalam jiwa, karena semua ciptaan Tuhan ada awal, ada puncak dan ada akhir.
Manusia yang tidak memiliki keikhlasan hidup akan selalu resah, orang yang resah tidak pernah memiliki perasaan tenang, apalagi suci atau hening. Pikiran yang keruh tidak akan mampu berhubungan dengan kekuatan-kekuatan Tuhan Yang Maha Esa. Bahkan pikiran yang keruh justru bisa dimasuki oleh kekuatan iblis, setan yang mendorong manusia berbuat jahat.
Selain bunga sebagai lambang keikhlasan, bunga juga berfungsi sebagai simbul Tuhan (Siwa) dan berfungsi sebagai persembahan. Sebagai simbul, Bunga diletakakan tersebul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Setelah selesai menyembah bunga tadi biasanya ditujukan di atas kepala atau disumbangkan ditelinga. Sedangkan bunga seabagai sarana persembahan, maka bunga itu dipakai untuk mengisi upakara atau sesajen yang akan dipersembahkan kepada Tuhan ataupun roh suci leluhur.
Arti bunga dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sebagai:....”sekare pinako katulusan pikayunan suci”. Artinya Bunga itu sebagai lambang ketulu ikhlasan pikiran yang suci. Bunga sebagai unsur salah satu persembahyangan yang digunakan oleh Umat Hindu bukan dilakukan tanpa dasar kitab suci.

d. Jejahitan, reringgitan dan tetusan adalah lambang ketetapan dan kelanggengan pikiran.
            Dalam menuju cita-cita hidup, apalagi dalam zaman modern ini banyak sekali
Unsure-unsur yang dapat menggoyahkan pikiran kita. Untuk tetap dapat menuju kebenaran dan kebaikan (dharma) ketetapan dan kelanggengan ini harus diperthankan. Godaan demi godaan akan silih berganti, datng menggoyahkan cita-cita suci, karena itu tetaplah maju menuju jalan suci yaitu jalan menuju kebenaran Tuhan. Karena itu pikiran yang langgeng amat dibutuhkan. Tanpa ketetapan yang patut dicita-citakan, dipelihara dan ditiadakan hidup manusia akan porakporanda.
            Berketetapan hati, berpegang pada prinsip hidup yang benar amat dibutuhkan dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia. Apalgi dalm memohon dan menjaga Ida Sang Hyang Widhi Wasa, ujian hidup pasti selalu ada. Hanya ketetapan hati atau kelanggenganlah sumber pokok agar dapt akses dari berbagai ujian hidup.

e.Urassari
            Letak urassari dalam canang adalah di atas plawa, porosan, tebu keeping, pisang dan lain-lainnya,yang dihiasi dengan ceper. Di atas Urassari ini diisi  bunga-bungaan. Adapun bentuk daripada urassari tersebut kalau kita amati,berbentuk garis silang yang menyerupai tampak dara yaitu bentuk sederhana daripada swastika, sehingga menjadi bentuk lingkaran Cakra setelah dihiasi.
            Urassari yang tersusun dengan jejahitan, reringgitan dan tetusan itu akan kelihatan berbentuk lingkaran “Padma Astadala”. Padma Astadala adalah lambang stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa dengan delapan penjuru anginnya.
            Dalam ajaran agama hindu, alam semesta ini, diciptakan melalui tiga proses yaitu:
e.1. Sresti artinya: proses penciptaan dari unsure purusa pradana terus sampai terciptanya alam semesta beserta isinya termasuk manusia.
e.2. Sawstika artinya: proses dimana alam mencapai puncak keseimbangannya yang bersifat dinamis.Hal inilah yang dilambngkan dalam sampian Urassari dasar pokonya berbentuk penyilang atau tampak dara, dimana ujung-ujungnya menunjukan arah “catur lokapal” disertai dengan hiasan yang melingkar menjadi Swastika, Kemudian menjadi bentuk Padma Astadala.
            Bentuk tampak dara yang menunjukan arah catur loka pala, berkembang menjadi bentuk Swastika dan dengan hiasan yang menyilang ke sudut-kesudutnya menjadikan bentuk bentuk Padma Astadala, adalah lambang perputaran alam yang seimbang. Perputaran alam yang seimbang. Perputaran alam yang seimbang merupakan sumber hidup yang menuju kebahagiaan.
            Jadi sampian ulusari adalah lambang Padma Asta dala, sebagai lambangng permohonan kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga alam lingkunagn hidup selaras dan seimbang.
e.3 Pralaya artinya : alam semesta ini lebur kembali pada asalnya yaitun Tuhan Pencipta, Sreti, Swastika dan Pralaya adalah proses alam yang melalui proses penciptaan, masa keseimbangan atau swastika dan masa peleburan kembali atau pralaya kepada sumbernya.